Kelautan Nusantara (NGI)

Kelautan Nusantara (NGI)

Minggu, 14 Februari 2010

Deskripsi Kawasan KKP Laut Sawu

Sejarah Kawasan
Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu di telaah berdasarkan:


  • Keputusan Gubernur Nusa Tenggar Timur Nomor : 24 Tahun 2002 tentang Gerakan Masuk Laut

  • Perda Propinsi No 3 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan laut

  • SK Gubernur NTT No 190/KEP/HK/2006 12 Juli 2006 tentang pembentukan tim pengkajian dan penetapan kawasan konservasi laut (Tim PP KKL) Laut Sawu-Solor Lembata Alor (solar)

  • Program pemerintah Daerah 2008-2013 (8 program strategis & anggur merah:kelestarian lingkungan hidup: peningkatan perlindungan dan peletarian lingkugan hidup berkaitan dengan pembangunan yang berkelanjutan

  • Komitmen para pihak dalam workshop di tingkat propinsi dan kabupaten

  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 19/MEN/2007 tentang organisasi dan Tata kerja Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional, dengan Jenjang struktural setingkat III.a

  • Surat Dukungan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor: Ek.523.4/752/VIII/2007, Tanggal 6 Agustus 2007 Tentang Pembentukan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional di Kupang

Kondisi Biologi Kawasan

Keanekaragaman Hayati. Perairan Laut Sawu berada pada wilayah Coral Triangle atau wilayah segitiga terumbu karang, yaitu wilayah yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya (termasuk ikan) tertinggi di dunia, yang meliputi Philipina, Indonesia sampai Kepulauan Solomon.
Segitiga Karang Dunia
Keanekaragaman dan kesehatan karang. Total sebanyak 220 jenis karang yang terbagi dalam 60 genera dan 17 famili (Pusat Penelitian Perikanan dan Kelautan UNDANA) dengan kondisi kesehatan karang 17.6% dalam kondisi bagus, 58.8% dalam kondisi sedang dan 23.5% dalam kondisi buruk. Nilai Tutupan karang tertinggi sebesar 48.37% ditemukan di Kab. Alor dan Nilai tutupan karang terendah ditemukan di Kabupaten Manggarai Barat serta nilai tutupan rata-rata 29% hampir ditemukan di semua kabupaten. Menurut Hoeksema 2007, keanekaragaman jenis karang di perairan laut sawu diperkirakan sedikitnya 500 spesies.
Keanekaragaman ikan karang
Berdasarkan hasil survei reconaissance 2001-2002, ditemukan 336 jenis ikan karang. Beberapa jenis predator ikan karang besar dilaporkan masih banyak terlihat di beberapa lokasi pengamatan.

Hutan Mangrove
Potensi hutan mangrove di kawasan perairan laut sawu cukup besar, hasil survey Dinas Kehutanan yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi pada tahun 1995 berhasil mengidentifikasi 11 species mangrove di P. Timor, Rote,Sabu dan Semau dengan luas 19.603, 12 ha dan17.251, 71 ha di P. Flores dan Solor. Luas hutan mangrove di Sumba Timur sekitar 15.000 ha dengan jumlah tegakkan yang telah diidentifikasi seluas 1.359 ha. Hingga dewasa ini , hutan mangrove terutama dimanfaatkan sebagai sumber kayu untuk konstruksi dan bahan bakar. Dari semua ekosistem pesisir dan laut, hutan mangrove menempati posisi yang sangat penting bagi perlindungan ekosistem pesisir lainnya. Akan tetapi, karena hutan mangrove paling rendah mudah diakses oleh penduduk maka kerusakannya juga sangat parah. Dalam masa depan ekosistem ini mesti dilindungi dengan perangkat hukum yang diterapkan secara tegas. Selain itu penetapan pilihan-pilihan pengelolan hutan mangrove sangat penting dilakukan.

Cetaceans. 14 spesies telah diidentifikasi diantaranya adalah blue whale Balaenoptera musculus, Pygmy killerwhale Feresa attenuata, short-finned pilotwhale Globicephala macrohynchus, Risso's dolphin Grampus griseus, sperm whale Physeter macrocephalus, Pantropical spotted dolphin Stenella attenuata, spinner dolphin Stenella longirostris, rough-toothed dolphin Steno bredanensis, dan bottlenose dolphin Tursiops truncatus (Pet-Soede 2002)

Penyu. Jenis jenis penyu yang ditemukan di perairan laut sawu adalah penyu sisik Eretmochelys imbricata, penyu hijau Chelonia mydas dan penyu belimbing Dermochelys coriacea. Beberapa daerah pantai peneluran penyu seperti di P. Semau dan P. Ndaa telah diidentifikasi, namun demikian penelitian lebih mendetail harus dikerjakan untuk mendapatkan data yang lebih komprehensif dan menjawab kebutuhan konservasi penyu di laut sawu

Perikanan
Pelagis Kecil. Ikan pelagis kecil umumnya terdiri dari ikan-ikan berukuran kecil seperti ikan selar, teri, terbang, kembung, tenggiri,layar dan lain-lain. Ikan pelagis kecil memiliki sifat schooling (bergerombol) dan berimigrasi tidak terlalu jauh, sehingga penyebarannya pada suatu perairan tidak merata. Ikan pelagis kecil tersebar pada perairan yang lebih dangkal atau dekat permukaan dan di daerah perairan yang sering terjadi up welling, yang merupakan daerah subur karena pengangkatan zat hara ke permukaan. Jenis ikan pelagis kecil berpotensi besar dan bernilai ekonomis tinggi adalah kembung, lemuru, teri, laying, terbang dan selar. Ikan-ikan pelagis kecil ini terutama dipasarkan untuk konsumsi lokal, sebagian pasar regional dan umpan hidup penangkapan ikan pelagis besar.
Pelagis Besar. Ikan pelagis besar antara lain terdiri dari cakalang, tongkol, tuna madidihang; mata besar: albacore dan cucut, ikan pelagis besar merupakan hasil perikanan laut utama yang diekspor. Ikan pelagis besar banyak terdapat di perairan laut dalam. Semua jenis tuna hampir terdapat di perairan Nusa Tenggara Timur, terkecuali tuna sirip biru utara (Thunnus thynnus) dan tuna sirip biru selatan (Thunnus atlanticus). Pola ruaya (migrasi) jenis ikan tuna mencakup stok lokal yang terdapat di perairan Nusa Tenggara Timur dan stok migrasi dari perairan laut wilayah Nusa Tenggara Timur yang pada waktu-waktu tertentu akan bermigrasi ke perairan Nusa Tenggara Timur.
Ikan Demersal. Ikan-ikan demersal merupakan kelompok ikan yang tinggal di dasar / dekat dasar perairan. Ikan demersal tersebar di seluruh perairan dengan kecendrungan kepadatan populasi dan potensi yang tinggi pada daerah sekitar pantai.Ikan demersal menurut kategori nilai ekonomis terdiri dari kelompok utama sebanyak 24 % (kerapu, bambangan, bawal putih, kakap, manyung, kuwe dan nomei) kelompok komersial kedua sebanyak 17 % (bawal hitam, gerot-gerot, cucut), kelompok komersial ketiga 37 % (pepetek, beloso, mata merah, kerong-kerong, gabus laut, besot dan sidat) dan kelompok ikan rucah sebanyak 22 % (srinding, lidah, sebelah, kapas-kapas, wangi batu dan kipper). Jenis-jenis ikan demersal tersebar di seluruh perairan Nusa Tenggara Timur terutama sepanjang pantai utara Flores, perairan pulau-pulau kecil dan kawasan perairan terumbu karang, ikan-ikan demersal ini dijual untuk konsumsi domestik dan pasar ekspor.
Udang – Kepiting. Jenis-jenis udang penaeid, borong, windu dan jenis crustecea lain seperti kepiting, rajungan merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan banyak terdapat di Kabupaten-Kabupaten Kupang, Ngada, Belu, Alor dan Flores Timur. Komoditas kelompok ini umumnya ditangkap dengan perangkap (bubu) dan jaring.
Komoditas Perikanan Jenis Lainnya. Hasil perikanan lain seperti cumi-cumi, kerang-kerangan, teripang, ikan hias laut dan rumput laut merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi juga. Cumi-cumi banyak terdapat di Kabupaten-Kabupaten Manggarai, Flores Timur, Sumba Timur, ende dan Ngada. Kerang-kerangan terutama kerang mutiara hasilbudidaya, batu loa, japing-japing dan mata tujuh (abalon) merupakan komoditas berpotensi pasar baik. Kerang-kerangan kecuali mutiara, teripang dan rumput laut terdapat pada sebagian besar peraira Nusa Tenggara Timur, sedangkan mutiara sebagai induk alam budidaya terdapat di perairan Kabupaten Kupang, Flores Timur, Alor, Lembata, Sikka dan Manggarai. Potensi lain adalah budidaya laut yang mulai dikembangkan di pantai pulau-pulau di propinsi Nusa Tenggara Timur.
Jenis Spesies Dilindungi. Dugong, Penyu dan mamalia laut adalah jenis spesies yang dilindungi di perairan laut sawu
Kependudukan. Total penduduk di NTT sebesar 4.448.873 jiwa dengan rasio 2.214.421 adalah perempuan dan 2.234.452 laki laki. Kepadatan penduduk 91,98 Jiwa per Km2 dengan laju pertambahan penduduk 1.79% pertahun. Kawasan Konservasi Perairan laut Sawu memiliki cakupan 151 desa pesisir (Sawu 1 dan Sawu 3) dan 28 Kecamatan serta 60 desa pesisir dan 8 kecamatan di KKLD ALor
Kearifan Lokal
Masyarakat pesisir sekitar perairan Laut Sawu memiliki sejumlah kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Kearifan lokal masyarakat pesisir di NTT dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dijumpai pada masyarakat Helong (Kupang), Sumba, Alor, Solor, Rote, Timor dan Lamalera (Lembata). Beberapa dari kearifan lokal ini sudah mengalami degradasi, namun ada yang masih tetap eksis dampai dengan saat ini. Tradisi penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat Lamalera di kabupaten Lembata merupakan salah satu kearifan lokal yang masih berlaku sampai dengan saat ini. Tradisi perburuan paus oleh masyarakat Lamalera sudah berlangsung ratusan tahun sejak nenek moyang mereka dan tetap mempertahankan ketradisionalannya hingga saat ini. Ketradisionalan penangkapan paus di Lamalera ditunjukkan oleh beberapa faktor yaitu :

  • Penangkapan dengan menggunakan alat yang masih tradisional (semua terbuat dari bahan lokal).

  • Penangkapan hanya dilakukan oleh masyarakat lokal (desa Lamalera A dan Lamalera B).

  • Hasil tangkapan dimanfaatkan secara subsisten (tidak untuk diperdagangkan/dijual) untuk kebutuhan lokal.
Penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat Lamalera mempunyai makna nilai historis, religi, sosial, ekonomi dan budaya. Selain itu, aktivitas penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat Lamalera telah menerapkan beberapa prinsip konservasi, yaitu :

  • Pembatasan jenis paus yang ditangkap : jenis paus yang ditangkap adalah jenis paus lodan (sperm whale) yang oleh masyarakat lokal disebut koteklema. Tidak menangkap paus biru (baleen whale)

  • Pembatasan ukuran : tidak menangkap paus yang berukuran kecil dan paus jantan dewasa (berukuran sangat besar), juga tidak menangkap paus betina yang sedang bunting (hamil).

  • Pembatasan jumlah perahu penangkap : perahu hanya dibuat khusus oleh suku-suku tertentu saja.

  • Pembatasan waktu penangkapan : penangkapan paus dimulai pada bulan Mei – Oktobe (lefa) dan Juli – Oktober (baleo)

  • Pembatasan wilayah penangkapan : perahu penangkap memiliki batas wilayah penangkapan dengan menggunakan tanda-tanda yang terlihat di daratan. Penangkapan tidak dilakukan diluar wilayah.
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Nusa Tenggara Timur mempunyai posisi geografis strategis dalam kaitan dengan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) karena mempunyai 3 simpul sehingga berpeluang mendapatkan nilai tambah dari setiap lalulintas kapal yang lewat. Namun demikian kondisi tersebut menjadi sumber kerawanan wilayah apabila tidak ada pengawasan dan pengendalian secara ketat.
Sumber : http://kkpnlautsawu.net/deskripsi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar