Kelautan Nusantara (NGI)

Kelautan Nusantara (NGI)

Minggu, 28 Maret 2010

Perginya Si Pesut Jawa

Gemericik air menyentuh lembut dinding sampan. Semilir angin mengobarkan aroma garam laut yang kental, Selasa sore pekan lalu. Sesekali tangan Sardi cekatan mengayun dayung. Sudah tiga jam nelayan berusia 45 tahun itu mencari ikan di Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Matanya awas menatap kail di tangan, penuh harap ikan memakan umpan. "Kalo mau lihat ikan pesut mah, harus pagi-pagi sekali, Mas," katanya.
  • Pesut? Ya, pesut (Orcaella brevirostris alias Irrawaddy dolphin), makhluk yang selama ini lebih sering dianggap cuma ada di Kalimantan. Ternyata, ikan khas air tawar langka yang pertama kali diidentifikasi ilmuwan Inggris Sir Richard Owen pada 1866 itu bisa ditemui di Nusawere, lekukan yang mengalirkan air Segara Anakan ke Laut Selatan.
    Tapi Segara Anakan memang bukan Sungai Mahakam, tempat pesut lebih berani muncul ke dekat manusia. Di Segara Anakan, pesut jauh lebih pemalu. "Biasanya hanya muncul menjelang pagi," kata Iwan Hasan Maarif, staf Badan Pengelola dan Konservasi Segara Anakan (BPKSA).
    Belakangan pesut-pesut itu makin sulit ditemui. "Dulu, tiap memancing, saya bisa melihat mereka. Sekarang sudah sulit," kata Sardi, warga Desa Panikel, Kecamatan Kampung Laut, desa di pinggir Segara Anakan.
    Jelas bukan karena makin pemalu para pesut itu sekarang jarang terlihat. Kuat dugaan, saat ini populasi pesut telah jauh berkurang akibat makin dangkal dan rusaknya kawasan Segara Anakan. Dulu, kawasan ini adalah surga bagi mereka. Kawasan yang menjadi pertemuan muara empat sungai besar: Citanduy, Cibereum, Cimeneng, dan Cikonde ini membentuk laguna yang membuat para pesut kerasan.
    Tapi data BPKSA menunjukkan, pendangkalan membuat kawasan ini nyaris tinggal hikayat. Tahun 1942, luas Segara Anakan tercatat 22.512 hektare dengan kedalaman 30-40 meter. Tahun 1997, total luas sudah menyusut menjadi hanya 8.975 hektare. Dan hanya tiga tahun kemudian, tahun 1997, jumlah itu berkurang drastis menjadi cuma 400 hektare. Bagaimana pesut bisa hidup jika kedalaman danau di banyak bagian cuma 50 sentimeter? Dengan penciutan rata-rata 133,5 hektare per tahun, Segara Anakan diperkirakan tinggal cerita pada 2006.
    "Bagaimana pesut hidup dengan kondisi begitu?" kata Sulastri Probosiwi, Kepala Divisi Peternakan dan Pertanian BPKSA. Ia mengenang, dua tahun lalu, menonton pesut berenang adalah atraksi menarik yang selalu memancing datangnya turis. "Kini mereka jarang bisa dilihat," katanya.
    Rusaknya hutan bakau dan perubahan fungsi Segara Anakan menjadi permukiman adalah penyebab lain hancurnya kawasan itu. Sulastri mencontohkan telah berubahnya status Kampung Laut menjadi kecamatan baru di Kabupaten Cilacap. Padahal, bertahun-tahun sebelumnya aktivis lembaga swadaya masyarakat, BPKSA dan sejumlah pakar lingkungan memperjuangkan pembebasan wilayah itu dari permukiman penduduk. "Tapi kok malah jadi kecamatan?" keluh Sulastri. Akibatnya, dalam waktu singkat, kawasan yang mestinya hanya bisa dihuni paling banyak 8.000 jiwa itu kini makin padat dengan 14.000 jiwa penduduk.
    Memang menyedihkan, pesut yang tergolong hewan langka akhirnya harus menyingkir dari sana. Padahal, hewan langka ini masuk dalam daftar Appendix I?hewan yang tidak boleh diperdagangkan?dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) di Bangkok, Thailand, bulan lalu.
    Di Kalimantan, pesut bisa ditemui di Muara Kaman, Muara Munati, Muara Pahu, Sungai Mahakam (Kalimantan Timur), Teluk Kumai (Kalimantan Tengah), atau Teluk Kendawangan (Kalimantan Barat). Menurut data CITES, pesut juga hidup di sungai tropis lain seperti Sungai Irawaddy (Myanmar), Sungai Mekong (Cina), Teluk Benggala (India), Sungai Chaopya, Teluk Thailand, Semenanjung Malaysia, serta Australia Utara.
    Tubuh kerabat jauh lumba-lumba dan ikan paus ini lurus dan bulat dengan ekor tipis. Bagian siripnya panjang dan lebar, sedangkan sirip punggung membentuk segi tiga kecil. Kepalanya tumpul seperti umbi dengan mata kecil, tanpa hidung, sehingga kadang disebut lumba-lumba hidung pendek. Berat mamalia abu-abu kebiruan ini 90-200 kilogram dengan panjang dewasa 2,0-2,75 meter. Usia hidupnya lumayan panjang, 26-30 tahun.
    Dr. Husein Kertanegara, staf pengajar Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), mengatakan pesut adalah incaran penelitian para pakar biologi seperti dirinya. Namun kerusakan lingkungan besar-besaran di Segara Anakan membuat dia kesulitan mendapatkan bukti empiris mengenai keberadaan ikan pesut. Data akurat populasi mereka pun sulit didapat. "Populasinya sulit dihitung karena mereka sangat pemalu. Dan sekarang jarang terlihat karena kerusakan alam yang luar biasa," kata Husein, yang tengah meneliti penurunan komunitas kepiting di wilayah tersebut.
    Toh Kepala BPKSA, Hamzah Syaefrudin, yakin pesut masih ada di sekitar Segara Anakan. "Memang, tidak lagi sebanyak dulu," katanya. Ia menduga, pesut itu telah mengungsi ke perairan lain seperti Nusakambangan di sebelah selatan.
    Untuk mencegah para pesut makin menghilang gara-gara pendangkalan, Hamzah menyarankan segera dilakukan sudetan di Sungai Citanduy. Hasil penelitian Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Kelautan Institut Pertanian Bogor tahun 1998 menyimpulkan, bila tidak dilakukan sudetan, sedimentasi akan menutupi seluruh area Segara Anakan dalam beberapa tahun ke depan.
    Sekarang, kata Hamzah, sedimentasi tak hanya membuat air menjadi dangkal, tapi juga menyisakan onggokan sampah di sepanjang alur sungai. Nah, jika berharap melihat pesut di sana, simpan dulu keinginan itu. Salah-salah, yang terlihat hanya timbunan sampah mengambang di danau.
    Raju Febrian, Ari Aji (Cilacap)

    Klasifikasi Ilmiah pesut
    Kingdom: Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Kelas: Mamalia Ordo: Cetacea Suku: Delphinidae Marga: Orcaella Spesies: Orcaella brevirostris Nomor CITES: A-111.002.003.001
    Spesifikasi:
    • Tubuh tegap, lurus, dan bulat. Ekor tipis. Sirip panjang dan lebar, sirip punggung kecil dan berbentuk segi tiga membundar di tengah punggung. Kepala bulat/tumpul seperti umbi, dahi tinggi dan membundar. Mata kecil. Tidak ada hidung hingga kadang disebut lumba-lumba hidung pendek.
    • Gigi 1 sentimeter, 17-20 di bagian atas dan 15-18 di bagian bawah.
    • Tergolong lumba-lumba kecil, berbobot 90-200 kilogram, panjang dewasa 2,0-2,75 meter.
    • Warna abu-abu kebiruan sampai wulung tua, lebih pucat di bagian bawah, tidak ada pola khas.
    • Umur 26-30 tahun. Dalam masa itu, pesut betina maksimal bisa melahirkan lima kali antara Juni dan Agustus. Masa kehamilan 14 bulan dan masa menyusui dua tahun.
    Habitat: Hidup di sungai-sungai tropis, terutama bagian muara. Di Indonesia terdapat di Muara Kaman, Muara Munati, Muara Pahu, Sungai Mahakam (Kal-Tim), Teluk Kumai (Kal-Teng), Teluk Kendawangan (Kal-Bar), Segara Anakan (Cilacap, Ja-Teng).
    Kebiasaan: Tidak aktif dan merupakan perenang lamban, kadang melompat rendah. Sering ke permukaan air untuk bernapas. Mampu menyelam 30-60 detik, tapi bisa mencapai 12 menit jika dalam keadaan takut. Berenang 25 kilometer per jam. Biasanya berkelompok 6 ekor, kadang 10-15 ekor. Memakan 10-19 ekor ikan dan udang.
    Sumber: diolah dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dan Convention on Migratory Species (CMS)

    13 Desember 2004 
    sumber internet : http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/12/13/LIN/mbm.20041213.LIN94531.id.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar