LIMA anggota satuan rahasia angkatan laut AS tiba di Teluk Persia pertengahan bulan silam. Tugas utama mereka adalah menjaga pangkalan helikopter tempur AS yang berupa bargas terapung di lepas pantai Kuwait
-- dari serangan bawah laut oleh manusia katak. Beberapa hari kemudian, lima anggota lainnya tiba. Namun, tugas tim kedua ini berbeda. "Mereka terlatih khusus untuk mencari ranjau laut," kata sebuah sumber di markas besar angkatan perang AS, Pentagon. Selain pandai berenang dan menyelam, keistimewaan pasukan khusus ini: mereka tak berseragam, bahkan bertelanjang. Kesepuluh anggota tim memang bukan manusia, melainkan ikan lumba-lumba yang terlatih. Mereka adalah bagian dari Marine Mammal Program, sebuah proyek angkatan laut AS yang berupaya memanfaatkan hewan laut -- seperti lumba-lumba, anjing laut, singa laut, dan ikan paus untuk kepentingan militer AS. Proyek rahasia yang beranggaran sekitar 40 milyar rupiah setahun ini sudah berjalan sejak 1962. Bahkan "tentara" lulusannya sudah mengenal medan perang sebenarnya sejak tahun 1970. Yakni ketika lumba-lumba terlatih dari proyek ini digunakan untuk menjaga instalasi laut AS di Teluk Cam Ranh, Vietnam, dari serangan manusia katak Vietkong. Prestasi para satpam bawah air ini rupanya tak mengecewakan. Terbukti program ini terus dikembangkan di pangkalan angkatan laut AS di San Diego, California. Pemanfaatan lumba-lumba dalam operasi militer di Teluk Pesia ini sebenarnya dirahasiakan, karena ada kekhawatiran akan munculnya protes dari kelompok penyayang binatang. Sebab, menurut UU Perlindungan Hewan di AS, lumba-lumba termasuk binatang yang dilindungi. Namun, NBC, jaringan TV AS, ternyata mencium berita ini dan menayangkannya beberapa hari kemudian. Walhasil, Pentagon terpaksa mengkonfirmasikannya. "Tapi lumba-lumba ini hanya dimanfaatkan untuk mencari dan menemukan ranjau serta penyelam lawan dan tidak ditugaskan menetralisasikannya," kata juru bicara kementerian pertahanan AS. Lumba-lumba, yang sering dianggap sebagai hewan paling cerdas, dikenal mampu mengingat 60 jenis perintah. Karena itu, pendidikan yang diberikan pada lumba-lumba ini berbeda-beda, tergantung tugas khususnya. Satuan pencari ranjau, misalnya, menurut sebuah sumber di Pentagon, "Terlatih mengenal kehadiran ranjau yang berduri dan memberitahukan hasil penemuannya itu pada pelatihnya." Ini jelas sebuah keahlian yang dibutuhkan armada AS di Teluk Persia, yang terbukti tak berdaya menghadapi ranjau berduri (spiked mines) Iran. Sedangkan satuan penjaga instalasi dari serangan bawah air terlatih mendeteksi dan menyerang penyelam tak dikenal. Yang terakhir ini, konon, terbukti efektif ketika dimanfaatkan di Vietnam. Buktinya, tak kurang dari Laksamana Harold Bensen, komandan satuan AL AS di Timur Tengah, yang meminta jasa satuan ini untuk membantu satuannya. Mungkin, inilah jawaban Bensen pada pasukan pengawal revolusi Iran yang mengancam akan mengirimkan manusia katak berani mati dan kapal selam mini untuk menghancurkan satgas AS di Teluk Persia. Menurut mingguan militer bergengsi AS, Defenceweek, satuan lumba-lumba ini sebenarnya tak cuma terlatih di bidang pendeteksian dan pengawalan, melainkan juga dalam penyerangan. Hal ini terlihat pada salah satu jurus yang diajarkan pada mereka, yang dikenal dengan istilah tag-a-ship. Disini si lumba-lumba dilatih mengejar dan menempelkan bom waktu magnetik pada lunas kapal musuh. Bahkan, untuk jenis hewan laut yang kurang cerdas, disiapkan juga jurus kamikaze alias berjibaku: membawa bahan peledak ke kapal musuh dan meledakkannya. Selain lumba-lumba, singa laut juga digunakan angkatan laut AS dalam operation quickfind. Tugas utama mereka dalam operasi ini adalah menemukan dan mengambil rudal latihan (dummy missile) yang tenggelam di dasar laut. Singa laut memang dikenal mampu menyelam hingga lebih dari 70 m dalam waktu singkat. Selain itu, pengindriaannya di dalam laut pun setara seperti kucing di darat. Adapun tata cara berkomunikasi dengan mamalia laut berkecerdasan tinggi ini umumnya dilakukan dengan bunyi-bunyian. Sebab, hewan jenis ini memang dikenal mampu mendengar bunyi dalam air dari frekuensi rendah hingga ultrasonik, atau antara 20 dan 200 ribu hertz. Bandingkan dengan kemampuan mendengar manusia yang cuma 20 hingga 20 ribu hertz. Contoh tata cara berkomunikasi ini barangkali paling jelas terlihat pada film serial TV Flipper yang ditayangkan TVRI pada 1970-an itu. Kemampuan mendengar lumba-lumba yang lebar ini sangat bermanfaat dalam mendeteksi kehadiran mesin perang bawah air musuh. Sebab, komunikasi bawah air kapal selam biasanya dilakukan pada daerah frekuensi ini, hingga sangat membantu kemampuan lumba-lumba untuk mendeteksi kehadiran kapal selam lawan. Kemampuan ini kabarnya juga dimanfaatkan oleh angkatan laut AS. Beberapa jenis lumba-lumba dan ikan paus dikabarkan dilengkapi dengan perangkat elektronik dan dilatih untuk membayangi kehadiran kapal lawan. Tampaknya, ini tugas yang cocok, sebab kehadiran seekor ikan pembuntut tentu sulit dilacak lawan. Selain itu, kecepatan berenang ikan paus yang mencapai 60 km per jam membuatnya menjadi penguntit yang sulit ditinggal kabur. Masih belum diketahui jurus apa yang akan digunakan Iran untuk menghadapi satpam bawah air Amerika ini. Sebab, belum jelas benar apakah lumba-lumba yang dikirim itu terlatih untuk hanya makan dari pelatihnya. Bukan mustahil, dengan makanan beracun mereka bisa dilumpuhkan. Paling tidak itulah jurus jitu yang sering dimanfaatkan pencuri untuk menangkal anjing galak penjaga rumah. Bambang Harymurti
07 November 1987
sumber : www.tempointeraktif.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar